PEKANBARU,Riauandalas.com – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) mendesak pemerintah untuk menghormati hak masyarakat adat dalam implementasi Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Hal ini disampaikan dalam diskusi yang digelar di Balai Adat LAMR, Jalan Diponegoro No. 39, Pekanbaru, Rabu (26/02/25).
Dalam diskusi tersebut, LAMR menghadirkan mantan Menteri Kehutanan, Dr. H. Malem Sambat Kaban, S.E., M.Si, guna membahas dampak kebijakan ini terhadap masyarakat adat di Riau.
Timbalan I Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR, Datuk H. Tarlaili, menegaskan bahwa masyarakat adat sering terpinggirkan dalam kebijakan kehutanan. “Selagi itu memang hak kita, sampai kapan pun harus kita perjuangkan. LAMR akan mendampingi masyarakat dalam menghadapi kebijakan ini,” tegasnya.
Senada dengan itu, Datuk Aspandiar dan Datuk Firman Edi menyoroti absennya pengakuan eksplisit terhadap masyarakat adat dalam Perpres tersebut. “Sengketa lahan di Riau tidak akan terselesaikan jika pemerintah tidak berpihak pada masyarakat adat,” ujar Datuk Firman Edi.
Ketua Umum DPH LAMR, Datuk Seri Taufik Ikram Jamil, menegaskan bahwa hutan adalah bagian dari marwah Melayu. Ia menyoroti keberlangsungan hidup suku asli seperti Sakai, Bonai, dan Talang Mamak yang sangat bergantung pada hutan.
“Perpres No. 5/2025 bisa menjadi langkah positif untuk menyelesaikan konflik agraria, tetapi harus ada kepastian hukum bagi masyarakat adat,” tegasnya.
LAMR Ajukan Tuntutan :
LAMR merumuskan beberapa tuntutan kepada pemerintah terkait pelaksanaan Perpres No. 5 Tahun 2025:
1. Jika kawasan hutan yang digunakan perusahaan disita pemerintah, masyarakat harus dilibatkan dalam reforestasi.
2. Jika kawasan hutan dilepaskan dari statusnya, masyarakat harus mendapatkan hak atas pelepasan tersebut (plasma).
3. Jika kawasan hutan yang digunakan masyarakat disita, prosesnya harus persuasif, diberikan waktu satu daur, dan ada pendampingan.
4. Jika kawasan hutan yang digunakan masyarakat dilepaskan, administrasi harus dipermudah, termasuk penerbitan SHM oleh BPN.
5. Perusahaan yang HGU-nya telah habis harus menyerahkan 50% lahannya kepada masyarakat.
MS Kaban: Perpres No. 5/2025 Momentum Selesaikan Konflik Lahan
Menanggapi sikap LAMR, Dr. H. Malem Sambat Kaban menilai Perpres No. 5 Tahun 2025 sebagai momentum bagi pemerintah untuk menyelesaikan konflik lahan di kawasan hutan Riau secara adil.
Ia mendorong LAMR untuk berperan aktif dalam tim Satgas yang dibentuk pemerintah, agar masyarakat adat mendapat bagian dari hasil denda dan pengelolaan kebun pasca-pengambilalihan lahan oleh negara.
“Dengan demikian, kawasan hutan di Riau harus diakui sebagai tanah ulayat masyarakat adat,” tegasnya.
LAMR berharap bahwa Perpres No. 5 Tahun 2025 tidak menjadi alat untuk mengesampingkan hak-hak masyarakat adat, melainkan menjadi momentum untuk menciptakan kebijakan kehutanan yang lebih adil. Jika pemerintah benar-benar ingin menertibkan kawasan hutan, maka pendekatan yang berbasis keadilan sosial dan kearifan lokal harus menjadi landasan utama.(Am)
0 Komentar